
kawan abadi aquaculture
| PANDUAN | BBM | FACEBOOK | PESBUK | INSTAGRAM | LINE | LAIN | WHATSAPP | WOTSAP | DAFTAR | DAPTAR | AKUN | EMAIL | YAHOO | YAHU | YAHO | GOOGLE | GOGEL | GUGEL |
Definisi penyakit dalam patologi ikan
Penyakit didefinisikan sebagai suatu keadaan fisik, morfologi, dan atau fungsi yang mengalami perubahan dari kondisi normal karena beberapa penyebab, dan terbagi atas dua kelompok yaitu penyebab dari dalam (internal) dan luar (eksternal). Penyakit ikan umumnya adalah eksternal. Penyakit internal : genetik, sekresi internal, imunodefisiensi, saraf dan metabolik. Penyakit eksternal :
1). Non patogen
2). Patogen; bersifat parasit dan terdiri atas empat kelompok yaitu :
Tabel 1. Karakteristik setiap kelompok patogen
| Karakteristik | Virus | Bakteri | Jamur | Parasit |
| Ukuran (Penyaring 0,45µm) | 25-350 nm (dapat
| 0,6-30 µm (tidak
| Besar dari beberapa mikron (tidak dapat melalui penyaring) | Besar dari ebberapa mikron (tidak dapat melalui penyaring) |
| Reproduksi | Transkripsi/reproduksi
| Segmentasi | Produksi spora | Produksi telur/spora |
| Kultur | Pada sel | Pada media | Pada media | Pada umumnya membutuhkan inang hidup |
| Deteksi | - PCR
| - Kultur pada agar
| - Kultur pada agar
| Mikroskop |
| Identifikasi | - Secara genetik
| - Secara biokimia
| Secara morfologi | Secara morfologi |
Karakteristik penyakit infeksi pada ikan
Ikan merupakan salah satu hewan air yang selalu bersentuhan dengan lingkungan perairan sehingga mudah terinfeksi patogen melalui air. Infeksi bakteri dan parasit tidak terjadi pada hewan darat melalui perantara udara, namun pada ikan sering terjadi melalui air. Pada budidaya, air tidak hanya sebagai tempat hidup bagi ikan, tapi juga sebagai perantara bagi patogen.
Istilah penting penyakit infeksi pada ikan
Istilah penting yang seringkali digunakan dalam penyakit infeksi ikan adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Patogen pada ikan budidaya air tawar di Indonesia
| Spesies Ikan | Virus | Bakteri | Jamur | Parasit |
| Ikan Mas (Cyprinus carpio) | Virus Herpes Koi (KHV) | Aeromonas flavobacterium | Achiya Aphanomyces | Trichodina , Ichthyophthirius, Chilodonella, Myxobolus, Argulus, Lemaea, Dactylogyrus, Gyrodactylus, Cestoda, Digenetik, Glochidium |
| Ikan Nila (Oreochromis sp) |
| Streptococcus flavobacterium | Achiya | Trichodina ,Chilodonella, Dactylogyrus, Gyrodactylus |
| Ikan Patin (Pangasius sp) |
| Edwardsiella flavobacterium | Achiya | Trichodina, Oodium, Ichthyophthirius, Argulus, Dactylogyrus |
| Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) |
| Streptococcus | Achiya | Trichodina , Lemaea, Dactylogyrus |
| Ikan Botia (Botia macrac anthus) |
| Flavobacterium |
| Trichodina , Ichthyophthirius, Oodinium |
Prosedur diagnosa di lapangan
Pekerjaan di laboratorium
Pekerjaan yang paling penting bagi ahli penyakit adalah mendiagnosa penyakit. Jika diagnosanya salah, maka penanganannya juga akan salah. Bila terlalu lama untuk mendiagnosa penyakit, ikan mati sebelum pengobatan dilakukan, diagnosa harus tepat dan cepat. Prosedur diagnosa adalah sebagai berikut : pertama, coba isolasi patogen dari ikan yang sakit (kecuali untuk infeksi oleh virus); kedua, patogen yang diisolasi diinfeksikan ke ikan yang sehat. Bila diduga virus, larutan yang sudah disaring dengan menggunakan saringan 0,45 µm homogen, diinfeksikan ke ikan yang sehat. Jika ikan yang sekarat (moribund) dengan gejala seperti ikan yang sakit tersebut, hal ini membuktikan bahwa yang diisolasikan tersebut merupakan penyebab penyakit. Dengan demikian, penyebab penyakit teridentifikasi sebagai spesies yang sama dengan patogen sebelumnya. Diagnosa penyakit ikan dapat menjadi lengkap dengan adanya identifikasi penyebab penyakit. Metode pemeriksaan untuk konfirmasi diagnosa berbeda untuk setiap jenis patogen, virus, bakteri, jamur dan parasit.
Tindakan penanganan
Sumber : Yuasa, Kei, dkk. 2003. Panduan Diagnosa Penyakit Ikan. Balai Budidaya Air Tawar Jambi, Ditjen Perikanan Budidaya, DKP dan JICA

To expedite price quotation, please indicate the destination where you want the fries to be ship to your port destination
Please contact us for information at:
KAWAN ABADI AQUACULTURE
Cell/Text Msg: 62-856-3749619
Fax: 62-362-94647 email sales
Biology
Full-cycle aquaculture (the use of hatchery-reared fingerlings) of many grouper species is becoming more common throughout Asia. Grouper are cultured at various scales in every country of Southeast Asia – Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Philippines, Taiwan, Thailand and Vietnam. While currently making up only about 10–15 per cent of the total trade, there is an increasing supply of full-cycle, cultured fish. The most importantsource countries are Taiwan, Indonesia and Thailand. Grouper culture is also ongoing in Australia andthe People’s Republic of China, although the industry in these countries will not be discussed here.
Grouper culture is expanding in many areas of Indonesia. While there is no statistical data available on grouper culture in Indonesia, national aquaculture statistics show brackish water and cage culture growing at 8 and 16 per cent, respectively, during the 1990s. The primary areas for grouper grow-out culture in Indonesia are Aceh, north Sumatra (Nias and Sibolga), Riau Islands, Bangka Islands, Lampung, west Java,KarimunjawaIslands(centralJava), Teluk Saleh (west Nusa Tenggara), south Sulawesi, north Sulawesi and southeast Sulawesi. Grouper culture is generally characterised in Indonesia by the use of wild-caught seed and use of trash fish for feed. There is limited use of hatchery-reared seed, although this is growing.
TRANSPORTASI BENIH IKAN KERAPU BEBEK, Cromileptes altivelis HASIL PEMBENIHAN DI BALI
Balai Besar
Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol PO Box 140, Singaraja 81101, Bali.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kepadatan optimal pada
transportasi benih ikan kerapu bebek dengan lama watu dan ukuran benih serta sistem transportasi yang berbeda. Benih ikan kerapu bebek yang dipakai sebagai hewan uji berukuran panjang total 4-8 cm. Wadah digunakan kantong plastik ukuran 30 x 50 cm yang diisi 2 liter air laut dan ukuran 35 x 60 cm yang diisi 3 liter air laut. Ratio antara air dan gas oksigen adalah 1 : 3. Perlakuan kepadatan benih perkantong plastik disesuaikan dengan ukuran benih dan lama waktu transportasi. Hasil penelitian menunjukan
bahwa kepadatan maksimal per kantong plastik yang tingkat kelangsungan hidup tinggi (95-99%)untuk ukuran benih 4-5 cm pada lama waktu 12 jam dan 22 jam adalah masing-masing 30 ekor dan 25 ekor; pada ukuran benih 5-6 cm pada lama waktu 12 jam dan 22 jam adalah masing-masing 25 ekor dan 20 ekor, sedangkan pada ukuran benih 7-8 cm adalah masing-masing 15 dan 12 ekor. Pada transportasi dengan sistem tertutup semuanya
menghasilkan kelangsungan hidup yang sangat tinggi (lebih dari 99%).
ABSTRACT
The experiment was aimed to reveal optimum density of the live humpback grouper seed transportation with different of densities, size of seed, duration and transportation sistem. The total length of seed range from 4 to 8 cm. The plastic bag size 30 x 50 cm filled with 2 liter seawater
size 30 x 50 cm filled with 2 liter seawater and size of 35 x 60 cm filled with 4 liter seawater and the ratio of water and oxygen was 1: 3. The treatments of stock density of seed is depended of size of seed and transport durations. The results showed that the optimal densities per plastic for seed with total length 4-5 cm and duration 12 hours
and 22 hours are 25 and 30 per bag repectively; on seed with total length 5-6 cm with duration 12 and 22 h are 25 and 20 fish per bag respectively and on 7-8 cm total length 15 and 12 fish per bag respectively.
Survival rate on transportation with open sitem using truk with fiberglass tank and pure oxigen is very high (more than 99%).
PENDAHULUAN
Ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis merupakan komoditas ekspor yang bernilai ekonomis tunggi di pasar Asia seperti Hongkong dan Singapura. Saat ini harga ikan kerapu bebek di Denpasar dan Jakarta berkisar antara Rp.300.000-350.000 per kg hidup. Selain itu kerapu bebek mempunyai bentuk yang indah dari kerapu lainnya sehingga waktu kecil bisa dijual sebagai ikan hias dengan harga yang cukup mahal. Pembenihan ikan kerapu bebek sudah diteliti mulai tahun 1996 (Trijoko et al., 199) dan di tingkat petani hatchery skala rumah tangga (HSRT)mulai tahun 1997, namun baru berkembang sejak tahun 1999 di HSRT di Bali. Usaha pembenihan ikan kerapu bebek sudah dirintis di berbagai daerah seperti Lampung, Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, kep. Seribu, kep. Riau, Sulawesi Selatan, NTB, dan NTT; namun hanya di Bali yang dapat berkembang baik. Hal ini disebabkan oleh sudah terdapat sekitar 3.000 petani HSRT bandeng yang sekitar sepuluh persennya berusaha memproduksi benih kerapu bebek sebagai usaha sambilan, sehingga setiap bulan selalu ada yang berhasil menghasilkan benih kerapu bebek di Bali.
Keberhasilan transportasi benih akan mendukung pengembangan kegiatan budidaya pembesaran ikan kerapu khususnya dalam mengupayakan keselamatan dan kesehatan benih yang diangkut dari unit perbenihan sampai ke lokasi budidaya/ pembesaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan daya tahan tubuh serta menganalisis kesehatan benih ikan kerapu bebek yang sedang diangkut pada berbagai kepadatan, selain itu sasaran lebih lanjut adalah untuk menganalisis kemungkinan peningkatan efesiensi biaya transportasi dengan meningkatkan kepadatan pengangkutan dengan memperhatikan faktor kesehatan dan sintasan benih ikan kerapu bebek.
BAHAN DAN METODE
Studi transportasi benih ikan kerapu bebek sistim tertutup dan terbuka dilakukan dengan menggunakan benih hasil produksi petani pembenihan di Bali. Ikan uji berupa benih ikan kerapu bebek dengan panjang total 4 – 5 cm dan
bobot tubuh 3-10 gram. Pada sistem tarnsportasi tertutup benih ikan uji tersebut sebelum dikemas kedalam kantong plastik dipuasakan selama 24 jam. Wadah menggunakan kantong plastik yang berukuran 30 x 50 cm diisi air laut yang telah diaerasi sebanyak 2 liter dan 35 x 60 cm diisi air laut 3 liter.
Kantong plastik yang telah berisi benih kemudian diisi oksigen murni dengan tekanan 100 kg/cm2, ratio antara gas oksigen dan air 3 : 1. Kantong plastik yang berisi benih ikan selanjutnya dimasukan kedalam box streofoam, dan didinginkan dengan menambahkan es batu sebanyak 0,5 kg per box. Parameter yang diamati dalam kegiatan ini adalah kelangsungan hidup, dan kualitas air media pada saat berangkat dan sampai tujuan yang meliputi oksigen terlarut, pH, suhu, salinitas, ammonia dan karbon dioksida dilakukan secara simulasi transportasi. Pada pengangkutan dengan sistem tertutup menggunakan kendaraan berupa truk yang dilengkapi dengan 2 buah bak fiber glass volume masing-masing 2 m3 yang dilengkapi dengan aersi dengan oksigen murni. Kecepatan aerasi oksigen murni diatur sedemikian sehingga 1 tabung dapat digunakan selama 6-8 jam. Selama perjalanan dilakukan penggantian air sebanyak 70-80% setiap 6-8 jam sekali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data kelangsungan hidup benih kerapu bebek pada transportasi sistem tertutup secara rinci disajikan pada Tabel 1.
Kelangsungan
Hidup Benih Kerapu pada Transportasi Sistem Tertutup
Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada transportasi sistem tertutup untuk benih ukuran 4 – 5 cm kepadatan yang optimum dengan kantong ukuran 30 x 50 cm pada lama waktu trtansportasi 12 jam adalah 30 ekor per kantong dengan kelangsungan hidup (SR) 95-99%; sedang selama 22 jam adalah 25 ekor per kantong (97-99%). Untuk benih ukuran 5 – 6 cm kepadatan yang optimum dengan kantong ukuran 30 x 50 cm pada lama waktu trtansportasi 12 jam adalah 25 ekor per kantong dengan kelangsungan hidup (SR) 98-99%; sedang selama 22 jam adalah 20 ekor per kantong (96-99%). Untuk benih ukuran 6–7 cm dan 7-8 cm sering mengalami kendala kantong plastik yang bocor dan kempes karena tertusuk tulang sirip punggung. Pada transportasi selama 12 jam kendala palstik kempes masih tidak terlalu fatal, terutama pada transportasi darat walaupun plasti kempes benih masih dapat tertolong oleh goncangan yang mempercepat difusi oksigen.
Tabel
1. Kepadatan,ukuran ikan. lama pengangkutan dan persen sintasan dalam
transportasi benih ikan kerapu bebek dengan sistem tertutup dari
Bali ke perbagai kota tujuan
(cm) | Ukuran (cm)/ volume |
(ekor) | Lama |
tujuan |
angkut | Sintasan (%) | Keterangan (ada/tidak
plastik yang |
1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
6 | 7 | 8 |
4,0-5,0 | 30 / 2 | 30 | 12 | Jakarta | Pesawat | 93-95 | Tidak |
4,0-5,0 | 30 / 2 | 25 | 12 | Jakarta | Pesawat | 98-99 | Tidak |
4,0-4,5 | 30 / 2 | 30 | 22 | Bengkulu | Pesawat | 90-93 | Tidak |
4,0-5,0 | 30 / 2 | 25 | 22 | Bengkulu | Pesawat | 97-98 | Tidak |
5,0-6,0 | 30 / 2 | 20 | 12 | Jakarta | Pesawat | 98-99 | Tidak |
5,0-6,0 | 30 / 2 | 17 | 12 | Bengkulu | Pesawat | 98-99 | Tidak |
5,0-6,0 | 30 / 2 | 20 | 12 | U.Pandang | Pesawat | 98-99 | Tidak |
6,0-7,0 | 30 / 2 | 15 | 12 | Bengkulu | Pesawat | 92-93 | ada |
6,0-7,0 | 30 / 2 | 20 | 12 | Jakarta | Pesawat | 92-93 | ada |
6,0-7,0 | 30 / 2 | 25 | 12 | Lombok | Darat | 98-99 | ada |
6,0-7,0 | 35 / 4 | 35 | 12 | Lombok | Darat | 97-99 | ada |
7,0-8,0 | 30 / 2 | 25 | 12 | Lombok | Darat | 92-93 | ada |
7,0-8,0 | 35 / 4 | 25 | 12 | Lombok | Darat | 98-99 | ada |
5,0-6,0 | 30 / 2 | 15 | 18 | Batam | Pesawat | 98-99 | Tidak |
4,0-4,5 | 30 / 2 | 20 | 18 | Batam | Pesawat | 98-99 | Tidak |
7,0-8,0 | 30 / 2 | 15 | 12 | Lombok | Darat | 98-99 | ada |
Kelangsungan
Hidup Benih Kerapu pada Transportasi Sistem Terbuka
Pada transportasi terbuka semua pelakuan menghasilkan kelangsungan hidup yang sangat tinggi (>99%). Hal ini karena kodisi kualitas air relatif stabil terutama kadar oksigen dan amoniak terlarut oleh pemberian aerasi oksigen murni dan penggantin 70-80% air laut setiap 6-8 jam (Tabel 2).
Tabel 2.
Kepadatan,ukuran ikan. lama pengangkutan dan persen sintasan dalam
transportasi benih ikan kerapu bebek dengan sistem terbuka
dari Bali ke perbagai kota tujuan
(cm) | Volume Bak (m3) | Alat | Jumlah (ekor) | Lama | Tujuan | Frekuensi tian air | Kelang sungan hidup
benih
(%) |
5,0-6,0 | 4,0 | Truk | 6.000 | 15,0 | Lombok | 1,0 | 100,0 |
10,0-12,0 | 2,0 | Truk | 2.000 | 15,0 | Lombok | 1,0 | 100,0 |
12,0-19,0 | 2,0 | Truk | 900 | 15,0 | Lombok | 1,0 | 100,0 |
5,0-7,0 | 4,0 | Truk | 4.000 | 15,0 | Lombok | 1,0 | 100,0 |
15,0-17,0 | 4,0 | Truk | 2.000 | 72,0 | Larantuka | 6,0 | 99,5 |
8,0-9,0 | 4,0 | Truk | 6.000 | 48,0 | Lampung | 4,0 | 99,5 |
6,0-7,0 | 4,0 | Truk | 4.000 | 60,0 | Lb.Bajo | 4,0 | 99,5 |
8,0-9,0 | 4,0 | Truk | 4.000 | 24,0 | Dompu | 2,0 | 99,5 |
Keberhasilan transportasi ikan hidup selalu dipengaruhi sifat fisiologi ikan sendiri, ukuran ikan, kebugaran/mutu ikan menjelang transportasi, mutu air selama transportasi (suhu media DO, pH, CO2. dan ammonia), kepadatan ikan dalam wadah, teknik mobilitasi dengan menggunakan suhu rendah atau bahan kimia serta metabolit alam dan lama penggangkutan (Suryaningrum et al., 2001; Pipet et. al 1982; Basyarie, 1990; Subangsinghe, 1972; Prorent, 1990; Frose. R. 1997). Pada kenyataan dalam melakukan kegiatan transportasi ikan hidup selalu terjadi kompetisi penggunaan ruang dan pemanfaatan oksigen yang tersedia. Pengangkutan dengan sistim tertutup menggunakan kantong plastik, nilai oksigen merupakan parameter penentu pada transportasi ikan hidup ( Berka, 1986).
Peningkatan kepadatan menyebabkan penurunan mutu air selama transportasi. Hal ini terlihat dari kondisi visual air selama pengangkutan air media agak keruh, berlendir dan Respon ikan terhadap perubahan lingkungan suhu,oksigen terlarut, serta peningkatan metabolik ikan ditunjukkan oleh perubahan warna (Utomo dalam Suryaningrum, 2000). Pada kondisi stress, ikan berubah menjadi pucat, warna menjadi keputihan dan pola warna hilang. Jika ikan mudah
dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungannya pola warna tersebut dengan cepat akan normal kembali.
Pada dasarnya keberhasilan kegiatan pengangkutan benih ikan kerapu bebek tidak terlepas kaitannya dari cara penanganan benih ikan sejak sebelum dikemas hingga sampai tempat tujuan, tetapi yang lebih penting lagi dari semuanya itu adalah cara mempertahankan agar kualitas fisiko-kimia air media selama pengangkutan agar lebih stabil sehingga diharapkan dapat mendukung dan menjaga kesehatan benih yang sedang diangkut.
Hasil konsumsi oksigen sangat dipengaruhi oleh faktor kepadatan sehingga dari kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan faktor kepadatan mempunyai korelasi positif terhadap tingkat pemanfaatan oksigen, artinya semakin
tinggi kepadatan tingkat konsumsi oksigen akan menjadi lebih tinggi demikian sebaliknya.
Kelarutan oksigen pada saat pengepakan yaitu 6,2 mgO2,/liter, selanjutnya pada adalah 3-4 mgO2/liter, berpengaruh terhadap aktivitas fisiologi ikan. Menurut Rammerswaal (1993) kelarutan oksigen yang rendah didalam air akan menyebabkan warna ikan menjadi pucat, aktivitas ikan lamban, kadang-kadang ikan naik kepermukaan. Lebih lanjut Utomo dalam. Suryaningrum et al. (2000) dalam penelitianya menyatakan bahwa kelarutan oksigen sebesar 3,47 mg O2/liter menyebabkan ikan gelisah, warna menjadi pucat, aktifitas lamban.
Kandungan amonia setelah transportasi meningkat dengan meningkatnya kepadatan. Kandungan amonia pada akhir transportasi berkisar 8-11 mg/liter, namun kandungan NH3 amonia tersebut belum bersifat racun atau mematikan ikan terlihat dari sintasa ikan masih tinggi. Hal ini karena ammonia yang dianalisa dalam bentuk amonium (NH4+), sehingga daya racun tidak begiru kuat. Meningkatnya kandungan amonia dalam air ini dapat berasal dari hasil metabolisme pemecahan protein menjadi amonia oleh bakteri (Remmarswaal, 1993). Tingginya kandungan amonia dalam air menyebabkan pengeluaran amonia dalam darah dan jaringan tinggi. Hal ini menyebabkan pH dalam darah naik. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya konsumsi oksigen oleh ikan, sementara kelarutan oksigen dalam media semakin menurun, sehingga akhirnya menyebkan kematian ikan.
KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA.
Basyarie.
A (1990). Transportasi Ikan Hidup. Traning Penangkapan Aklimatisasi
dan Peyimpanan Ikan Hias Laut. Jakarta 4 - 18 Desember 1990.
Berka.
R. 1986. The transport of live fish EIFAC Tech. Pap. No. 48. p.52Froces.
R 1997. How to Transport live Fish in Plastic Bags. FAO. Technical Paper.
Roma.Piper.
G.R, IBMc. Elwain, L.E. Ormen, J.P.Mc. Caren, L.G. Fowler and I.R. Leonard.
1982. Hatchery Management. Washington DC, US. Report of Interior, Fish Proseno,
D 1990. Cara Transportasi Ikan Dalam Keadaan Kidup. Makalah disajikan
pada Acara Temu Penelitian , Paket Teknologi 29 – 31 Oktober 1990.Rammerwaal
. 1993 Recirculating Aquaculture System. Info fish international 2 p 39 – 193 Subangsing.
S 1997. Live Handling and Transpotation. Infofish International 2p. 39 – 43
Sugama,
K., Wardoyo, Rohaniawan, dan Masuda, H. 1998. Tenologi Pembenihan Ikan
Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). Dalam Proseding Seminar
Teknologi Perikanan Pantai Bali, 8-7 Agustus 1998. Loka Penelitian Perikanan
Pantai Gondol – JICA (ATA-379) p 80 – 88.
Suryaningrum,
T.D., Abdul Sari dan Ninoek Indiarti (2000). Pengaruh Kapasitas Angkut
Terhadap Sintasan dan Kondosi Ikan pada Transportasi Kerapu Hidup Sistim
Basah. Dalam Proseding Seminar Hasil Penelitian Perikanan 1999/2000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan Jakarta.
P; 259-268.
Tridjoko,
Slamet, B, Makatutu ,D dan Sugama,K. 1996. Pengamatan Pemijahan dan
Perkembangan Telur Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis)
secara Terkontrol. Jurnal. Penelitian Perikanan Indonesia. 2 (2) : 55-62.
Wibowo, S, Utomo, B S.V. and Suryaningrum, T.D. 1987. Kajian Sifat Fisiologi
Ikan Sebagai Dasar Dalam Pengembangan Transportasi Ikan Kerapu Lumpur
(Epinephelus tauvina) Hidup untuk Eksport. Makalah disampaikan
sebagai penelitian unggulan Puslitbang Perikanan.